Pages

Selasa, 07 Juni 2011

PIKIRAN YANG ADA SAAT PENYAKIT MEE KAMBUH

Dari pada memendam perasaan jengkel terus menerus; lebih baik aku mengutarakan kekesalanku di Blog ini. Blog yang menjadi tempat curahan hatiku.

Sebenarnya, sudah sekian lama aku merasa jengkel dengan keadaanku ini. Sudah cukup lama aku bertahan dengan keadaanku… dengan tetap berpikiran positif tentang segala sesuatu. Namun, adakalanya aku sampai di titik jenuh, dimana semua pikiran positif tersebut menjadi sesuatu yang tidak masuk akal, terkesan cuman menghibur, tanpa ada efek nyata di dalam hidup ini.

Sekarang adalah saat aku berada di titik tersebut.

Ketika aku senantiasa mengalah dan terus mengalah, dan terus dikecewakan, maka hal ini akan dapat membuat diriku menjadi seorang yang dingin, tidak pekah, tidak pedulian terhadap sesama dan lingkungan. Dan inilah saatnya… dimana aku sedang mengalami mati rasa. Mati rasa yang mengubah sosokku menjadi 360 derajat.

Aku tidak menyukai hal ini, namun apalah dayaku…, hatiku sudah telanjur mati dan hampa. Aku membenci kehidupanku. Aku membenci keadaanku. Aku membenci diriku. Perasaan penolakan luar biasa atas diriku sendiri.

Aku pernah bertanya pada Tuhan dalam doaku…

Mengapa Engkau memberiku, kelamin wanita dengan jiwa pria? Mengapa Engkau, memberiku tanggung jawab yang besar, sebagai kepala keluarga, sebagai kakak, sebagai pengusaha, dan lain-lain? Mengapa aku tidak bahagia di hidupku saat ini?! Mengapa Engkau, memberiku tenaga yang terbatas dengan beban kerja yang luar biasa berat. Mengapa..Ya Tuhan??!! Aku tidak sanggup dengan keadaanku ini.

Suatu pertanyaan bodoh......bagi sebagian orang, karena didasari dengan pikiran negative. Inilah Aku, yang berada di titik terendah dalam hidupku, dimana penyakitku kambuh dan berusaha membunuh perasaanku. Aku mau bangkit!! Aku mau keluar dari perasaan dan pemikiran yang salah ini. Aku ingin mengeluarkan semua kejengkelanku saat ini, mungkin dengan mengeluarkannya..maka  akan membuat aku semakin tenang.

Pertanyaaan ini, bukanlah muncul dengan seketika. Namun, mengingat dan menelusuri hidupku, yang serba terbalik dengan adikku, membuat aku semakin jengkel dengan diriku dan kehidupanku.

Awalnya, aku balik ke kampung ini karena adikku, yang memang tidak pernah memaksaku untuk kembali. Namun, perkataan dia kemarin itu, menjadi suatu pemaksaan buatku untuk kembali kesini. Dia ngomong seperti ini: “Mee paen lagi Lo disana, lo kan da tamat, uda saatnya lo balik, gw mau ke Jakarta ni..mo cari pengalaman, klo lo gak mau balik, mending kita sewain aja semua rumah/tanah milik alm.orang tua kita”

Emosiku langsung naik ke ubun-ubun karena perkataannya seakan menjadi sebuah ancaman buatku dan terkesan mengejek aku, yang tidak bertanggung jawab atas semua harta peninggalan orang tuaku. Aku balas menjawabnya: “ ya uda, kita jual aja semuanya, trus kita bagi dua aja dan lo bebas memilih hidup lo..dan jangan cari-cari gw lagi!”. Dengan emosi yang menggebu-gebu dan suara yang melengking, Mee mengancam adiknya, yang sedari dulu gak pernah perhatian pada Mee. Yang hanya mencari Mee pas dia lagi butuh. Yang hanya tau enaknya sendiri, memikirkan kesenangan dirinya sendiri tanpa pernah berpikir ke depan.

Campur tangan dari para saudara, akhirnya meluluhkan hati Mee, untuk mengerti keadaan adiknya yang sangat kurang kasih sayang itu. Hidup sendiri, di rumah yang begitu luas dan tanpa saudara. Banyak omongan saudara yang menunjukkan kesan, seolah-olah Mee harus ngerti dengan keadaan adiknya dan mampu mengalah demi dia, karena dia sungguh tidak bisa diandalkan.

“OMG…!!! Sebegitu percayakah semua saudara pada Mee yang sebenarnya gak baik-baik amat, gak pandai-pandai amat, gak dewasa-dewasa amat…?!?!”. Nah, mengingat omongan mereka itulah, maka Mee kembali ke Nias memulai usaha baru mereka dengan bantuan tantenya yang punya toko perabot dan pecah belah di kota kelahirannya itu.

Mee sangat tidak cocok dengan adiknya. Kami adalah dua pribadi yang sangat bertolak belakang. Dimana Mee adalah seorang yang emosional sedangkan adiknya seorang yang stabil, terkesan lambat dan cengeng. Mee adalah pribadi yang hangat, perhatian dan penuh kasih sayang, sedangkan adiknya adalah seorang yang dingin, pendiam, dan gak mau tau apa-apa. Mee seorang yang rajin, yang tau akan tanggung jawabnya, sedangkan adiknya adalah pemalas, yang hidup untuk dirinya sendiri tanpa pernah ngerti bahwa dia termasuk anggota keluarga.

Mee sangat panas pagi ini. Panas yang sudah sangat menjadi-jadi. Sekalipun suaraku datar, tatapan mataku sayu, namun hatiku sedang terbakar amarah. Pikiranku dengan cepat mengalir, secepat jari-jariku yang mengetik di atas keyboard, lepi kesayanganku.

Aku sungguh tertekan. Aku tidak mampu merasakan hidupku yang sebenarnya. Aku pingin bebas dari semua kegiatanku saat ini. Bayangkan aja ya.! Kerjaanku bukanlah yang sedikit. Dari Bulan November 2010- Juni 2011 Aku bekerja bagai kuda yang tidak pernah lelah. Hari minggupun aku bekerja, membersihkan rumah yang kotor. Hal ini membuat mantan partner aku menjadi jenuh dalam berhubungan denganku, karena,  sudah tidak ada lagi waktuku yang tersisa untuknya. Dia tidak pernah komplain, namun aku menyadarinya, sehingga tiap minggu sore sebisa mungkin, secapek apapun aku di hari itu, aku akan menemaninya, keliling kota atau sekedar jajan sore, menikmati matahari yang terbenam.

Tiap harinya, aku selalu bangun lebih awal dari manusia-manusia di sekitarku. Dimana, aku mengerjakan semua pekerjaan rumah, sendiri!. Aku membuka toko sendiri!, mengeluarkan barang-barangku dan melayani pelanggan sendiri. Setiap tutup toko, aku harus melakukan penutupan buku harian untuk dapat ngontrol stok dan pendapatan harian yang akan dipisah-pisah, yang mana duit modal usaha, utang usaha dan keuntungan. Aku tidak mau tanggung-tanggung dalam mengelola usahaku. Hasil yang kudapat cukup memuaskan. Aku berhasil balik modal dalam waktu setengah tahun ini, di tengah krisis perkenomian sedang melanda daerahku.


Aku sangat sedih karena, aku merasa sendirian. Rasanya semua usaha ku ini sia-sia. Adikku tidak mau tau apa-apa. Bahkan saat dia bangun aja, harus diteriakin. Dia masuk kerja jam 9.00 dan berangkat kerja jam 9.30. Suatu tabiat yang luar biasa buruk. Sudah sangat sering aku memperingati dia…, tapi dasar patung… setiap omonganku tidak pernah digubris.

Aku hidup bagaikan dalam penjara. Aktivitasku yang sangat padat membuat aku tidak pernah bisa meluangkan waktuku untuk menulis, apalagi untuk jalan bersama teman-teman. Menulis adalah satu pekerjaan yang sungguh dapat menenangkan aku. Karena jujur, aku punya pikiran yang bekerja secara luar biasa, tak terkendali, yang pada akhirnya sering membuat aku lelah setengah mati, yang membuat aku menjadi pribadi yang super malas dan anti sosial.

Mereka tidak pernah tau siapa aku sebenarnya. Karena hati mereka bagaikan batu. Mata mereka senantiasa memandang buruk semua kelakuanku, yang dianggap terlalu egois, dan tidak peduli sama saudara. Sementara, mereka tidak pernah tau, betapa sakitnya aku menjalani kehidupan yang tidak kusukai. Betapa sakitnya mengalah demi sesuatu yang tidak pernah berterima kasih padaku.

Adikku, yang adalah seorang lelaki tulen, sungguh merupakan pribadi yang cuek. Sikap cueknya membuat aku menjadi super duper cuek. Sehingga aku punya rencana untuk meninggalkan dia, setelah usaha ini berjalan lancar.

Sejak pacarnya tinggal di rumah kami, kehidupannya bagai raja. Pulang kerja, mesra-mesraan ma pacarnya, tanpa pernah peduli untuk membantu aku, memasukkan barangku dan tak pernah peduli mengurus burung peliharaan yang dititipkan padanya. Dia sibuk membiayai pacarnya, tanpa pernah tau, bahwa hidup harus irit demi, mencapai suatu hasil yang lebih baik.

Burung yang kumaksud adalah seekor burung black bird, mirip dengan burung kenari, milik abang sepupuku, yang dititipkan pada adik aku agar dia dapat mengurusnya. Namun, pada kenyataannya, akulah yang mengurus burung tersebut. Kadang aku berpikir, bagaimana bisa adikku ini akan berhasil jika tanggung jawab kecilpun tidak bisa dilaksanakannya dengan baik?!!

Aku berpikir, dan bertanya pada Tuhan, apa maksud semua ini? Mengapa bukan aku aja yang menjadi lelaki dan dia menjadi wanita, dimana aku akan bersumpah demi diriku sendiri, aku akan menjaga adik perempuanku. Tapi, kenapa yang terjadi adalah kebalikan?!?! Mengapa??!!!

Banyak yang bilang, aku dan adikku adalah dua manusia yang terbaik. Lebih cocok.. kalo dia yang menjadi wanita dan aku yang menjadi pria. Semua tau hal ini, sehingga semua beban dilimpahkan padaku.  Dan hasilnya, akulah yang harus menderita…membuat aku merasa sudah tidak tahan lagi dan ingin lari dari kehidupan yang sedang ku jalani saat ini.

Tapi, aku sadar..sungguh sadar bahwa aku gak boleh egois. Makanya sampai saat ini aku masih bertahan di Nias. Aku menyayangi adikku. Namun, sayangku lebih besar ke partnerku dibanding adikku. Inilah kenyataan yang harus diterima oleh semua orang.

Aku tidak mau terlalu memanjakan adikku, karena kedepannya kami tidak akan hidup bersama terus. Toh, dia akan menikah dan mempunyai keluarga sendiri. So, mengapa aku harus mencintainya secara habis-habisan?!?! Itulah Aku…yang sulit dimengerti dan dipahami. Namun, kalau kamu dapat menelusuri aku lebih dalam, kamu akan tau semua alasan di balik sikap anehku ini.

Ditulis Oleh: Win’O

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 Rumahku, Istanaku! Blogku, Istanaku !. Design by WPThemes Expert

Blogger Templates and RegistryBooster.